READING GROUP ARUS BALIK #2
Paling tidak sudah seribu tahun perahu dan kapal-kapal berlabuh di bandar Tuban Kota. Dari barat, timur dan utara. Dari timur orang membongkar rempah-rempah dari kepulauan yang belakangan ini mulai disebut bernama Memeluk* dan cendana dari Nusa Tenggara. Dari Tuban sendiri orang memunggah beras, minyak kelapa, gula, garam, minyak tanah dan minyak-minyak nabati lainnya, kulit binatang hutan.
Dari laut bandar Tuban Kota nampak seperti sepotong balok, pepohonan dan taman-taman. Bila lumut hijau hilang dan muncul coklat baru, itulah kampung-kampung nelayan. Hijau lagi, coklat lagi, dan itulah bandar Pasukan Laut dan galangan kapal. Hijau lagi, coklat lagi, dan itulah bandar alam lainnya yang dimiliki negeri Tuban.
Di atas balok coklat bermulut berdiri barisan perbukitan tebal, kuning, di sana-sini agak hijau. Itulah perbukitan kapur bernama Kendeng.
Dan di atas perbukitan adalah langit para dewa.
Bandar Tuban adalah bikinan alam yang pemurah, disempurnakan oleh tangan manusia selama paling tidak seribu tahun. Lautnya dalam dan dermaganya kokoh, indah, juga bikinan alam, sepotong jalur karang yang menjorok ke laut. Pedagang-pedagang Atas Angin menamai Bandar ini Permata Bumi Selatan.
(Nukilan novel Arus Balik, Bab 2)
“Tuban” adalah bab 2 dari novel Arus Balik karya Pramoedya Ananta Toer. Pada bagian 2, tidak seperti bagian pertama yang banyak mengunakan kalimat-kalimat deskriptif. Bagian ini lebih pada menggambarkan informasi serta opini. Informasi serta opini datang dari bawahan atau Patik yang berbicara dengan seorang Gusti.
Patik menginformasikan banyak hal, seperti pengusa lautan baru, Demak yang terus mendesak ke timur, kapal-kapal asing yang selama ini tidak pernah dikenal mulai berdatanggan dari Ujung Selatan Wulungga, kapal-kapal besar yang digambari salib raksasa, hingga menceritakan meriam yang mampu menyaingi cetbang Majapahit.
Selain itu, pada bab 2 juga menyinggung peran pedagang-pedagang Islam yang mampu memengaruhi penduduk. Terutama pada segi berpakaian. Serta datangnya orang-orang kulit putih ke selatan.
Informasi serta opini lahir dari dialog antar tokoh, antara Patik dengan Gusti. Patik, lebih banyak mendapatkan informasi dari neneknya ketika masih kecil. Informasi-informasi itu kemudian menjadi rujukan obrolan dengan lawan bicaranya.
Perbandingan dengan Bab 1
Apabila dibandingkan dengan bab 1, maka saya akan bilang pada bab 2 lebih ngalir dibaca serta ringan dalam pemaknaan.
Bahkan juga laut Jawa di bawah bulan purnama sidhi itu gelisah. Ombak-ombak besar bergulung-gulung memanjang terputus, menggulug, melandai, mengejajari pesisir pulau Jawa. Setiap puncak ombak dan riak, bahkan juga busanya yang bertebaran seperti serakan mutiara – semua – dikuningi oleh cahaya bulan
Bahasa deskriptif puitik seperti di atas, hampir tidak ditemukan pada bab 2. Bahasa deskriptif puitik hampir betebaran pada bab pertama. Sehingga pembaca dibawa bertamasya, meyelami bahasa puitik yang disajikan oleh Pram. Namun, karena banyak bertamasya menyelami bahasa puitik, membaca menjadi hati-hati dan melelahkan.
Berbeda pada bab 2, membaca terkesan ringan. Serta pembaca banyak disajikan informasi pengetahuan yang datang dari dialog antar tokoh. Pram pada bagian 2, mulai sedikit-sedikit memasukan opini serta referensi pada novelnya.
Reading Group novel Arus Balik dilaksanakan pada setiap hari Senin, pukul 20.00 – selesai. Pada #2, Reading Group dipandu oleh Langgeng Prima Anggradinata, seorang dosen sastra. Sebelumnya dipandu oleh Ilham Miftahudin, editor Mizan.
Minggu depan, Reading Group novel Arus Balik masuk #3 “Menjelang Pesta Lomba Seni dan Olahraga”. Apakah ada hal menarik lagi pada bab 3? Ayo gabung di Reading Group novel Arus Balik Karya Pramoedya Ananta Toer setiap hari Senin pukul 20.00 WIB melalui aplikasi Zoom serta live di Youtube Pamatri Literasi, Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) Jawa Barat.
Sampai bertemu di Reading Group berikutnya. Salam Literasi!
*Nama yang diberikan oleh pedagang-pedagang Arab, kemudian berubah jadi Maluku.
No Comment