Melintasi Wabah Covid-19
‘Upaya Sederhana dan Harapan Masa Depan Gerakan Literasi Indonesia’
It is better to light a candle than curse the darkness
-Eleanor Roosevelt-
Oleh: Baron Noorwendo
Pesan Tertulis
Kehidupan berputar bagai roda pedati yang dihela lembu pemikul beban. Sekali menyentuh titik kulminasi atas, segera akan meluncur ke titik nadir terbawah. Sekejap di titik nadir lantas melesat lagi menuju titik kulminasi atas. Demikian putaran itu bergulir hingga tibalah pedati penuh beban di tempat tujuan.
Kehidupan semesta selalu berputar. Wabah penyakit pernah timbul hampir di setiap bilangan abad. Mulai wabah yang hanya menyerang suatu wilayah domestik hingga pandemi yang bersifat global. Sejarah mencatat beberapa peristiwa wabah besar yang pernah terjadi di bumi.
Tahun 1348, Italia menjadi sumber Wabah Hitam (the Black Death)1 yang disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis. Bakteri ini menginfeksi kutu yang hidup di tubuh tikus. Tikus yang menumpang kapal dari Asia membawa penyakit ke Italia dan kemudian menyebar ke seluruh penjuru Eropa. Diperkirakan setengah hingga seperempat penduduk Eropa binasa akibat Wabah Hitam. Penulis Italia Giovanni Boccaccio (1313-1375) menuliskan pengalamannya hidup di tengah kepungan Wabah Hitam.
Wabah Influenza yang menjadi pandemi global tahun 1918-1919, di tengah Perang Dunia ke-1 sedang berkecamuk. Wabah Influenza membunuh sekitar 50 juta orang. Suatu jumlah yang amat dahsyat karena jumlahnya melebihi korban jiwa yang tumbang karena terlibat langsung dalam perang. Sejumlah peneliti Institut Patologi Angkatan Bersenjata Amerika Serikat berinisiatif mengawetkan sampel jaringan korban wabah dan membuatkan catatan mediknya.
Kita harus berterima kasih kepada para sarjana dan penulis yang telah menuliskan kejadian wabah di masa lalu. Berkat pesan tertulis mereka, kita dapat membaca informasi yang disampaikan. Para peneliti dan ilmuwan zaman ini juga dapat memanfaatkannya sebagai rujukan ilmiah untuk mencari cara pencegahan serta solusi terhadap pandemi yang mungkin muncul di kemudian hari.
Peristiwa dan Periodisasi Kesusastraan Indonesia
Dalam rangka memudahkan pemahaman perkembangan Kesusastraan Indonesia para ahli dan peneliti sastra telah melakukan penelitian dan kodifikasi karya sastra sepanjang masa. Dari penelitian tersebut, disusunlah periodisasi Kesusastraan Indonesia. Penentuan periode perkembangan karya sastra Indonesia dilakukan berdasarkan model karya yang mayoritas dihasilkan dalam periode tersebut dan diberi nama sesuai peristiwa besar yang mewarnai perubahan ekstrinsik kala itu. Angkatan Pujangga Baru, misalnya, diberi nama demikian, sesuai dengan nama majalah yang diterbitkan oleh beberapa penulis yang kini kita kenal sebagai sastrawan besar Indonesia. Majalah Pujangga Baru (1933), diterbitkan dengan tujuan mempersatukan para penulis yang saat itu hasil karyanya tersebar di berbagai media. Majalah ini membahas tentang bahasa, sastra dan kebudayaan umum2. Tujuan pendirian majalah tersebut dapat dipahami juga sebagai pengejawantahan semangat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
Gaya penulisan karya sastra berubah dinamis sesuai perkembangan zaman dan dilatarbelakangi oleh peristiwa sejarah yang monumental. Wabah global Covid-19 (Coronavirus Disease 2019) yang disebabkan oleh Coronavirus ialah peristiwa monumental yang boleh jadi akan memicu lahirnya karya-karya sastra dengan ciri khas yang baru. Secara alamiah, serangan pandemi Covid-19 telah menghasilkan pola ekstinsik baru berupa perubahan cara pandang, pola pikir, perilaku dan interaksi sosial di masyarakat. Ada harapan perubahan tersebut akan segera direkam dalam karya sastra para penulis.
Sikap Positif Melintasi Wabah
Setelah Wabah Covid-19 menyusup masuk ke Indonesia, masyarakat diakrabi dengan berbagai istilah baru berkaitan dengan upaya menghindarkan diri dari penularan Coronavirus. Kosa kata seperti Virus Corona, Covid-19, lock down, epidemi, pandemi, Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), Suspect Corona, social distancing, physical distancing, work from home, karantina diri, disinfektan, hand sanitizer, stay at home, karantina wilayah, Alat Pelindung Diri (APD), inkubasi, intubasi, ruang isolasi dan lainnya dibicarakan di berbagai tempat. Juga tindakan berkaitan dengan penerapan protokol menghindari infeksi virus segera menjadi kebiasaan yang umum di masyarakat.
Salah satu protokol yang secara merata harus diterapkan bersama adalah berdiam di rumah (stay at home) yang kemudian di masyarakat dikenal dengan istilah ‘di rumah aja’ dan di dunia maya ditulis dengan tagar #dirumahaja. Dalam rangka memutus rantai penularan Coronavirus, protokol ini menghendaki warga masyarakat untuk tidak keluar rumah, melainkan mengerjakan berbagai aktivitas dari rumah. Belajar, bekerja, berbisnis di rumah menjadi kebiasaan baru yang diterapkan secara masif oleh masyarakat.
Kami menyadari, kondisi wabah ini harus disikapi secara positif. Langkah literatif masa lalu yang mengabadikan peristiwa wabah dalam tulisan telah terbukti jelas manfaatnya. Wabah Covid-19 harus dipandang sebagai peluang menyalakan lilin untuk memajukan gerakan literasi. Meskipun kami tidak bisa berkontribusi di bidang medik, kami bertekad berkontribusi di bidang literasi. Dengan memadukan potensi penggiat literasi yang tergabung dalam FTBM dan GPMB Kota Depok, kami menggerakkan inisiatif berikut:
- Membuat Video pembacaan puisi berantai. Sajak W.S. Rendra berjudul Inilah Saatnya dipilih karena berisikan ajakan untuk duduk bersama menghadapi masalah dan bersikap optimis membangun kebersamaan mencapai tujuan. Setelah pembagian bait sajak disepakati, rekaman suara diambil dari rumah masing-masing pembaca. Saat tulisan ini ditulis, video tersebut sudah dapat diakses di Youtube, Facebook dan Instagram.
- Tantangan menulis dengan tema Covid-19. Kami memilih 19 orang dengan latar belakang berbeda untuk menuliskan Wabah Covid-19 berdasarkan sudut pandang masing-masing.
- Tantangan menulis optimisme dan bersama-sama melawan Wabah Covid-19 dalam artikel pendek. Artikel harus ditulis maksimal dalam tiga paragraf dan 100 kata.
Saat artikel ini ditulis, buku-buku antologi di atas masih dalam tahap pengumpulan naskah dan penyuntingan.
Tidak ada musibah yang tidak berguna. Melalui upaya sederhana ini membangun optimisme warga masyarakat agar kompak melintasi Wabah Covid-19 sebagai pemenang. Semoga lilin kecil ini bermanfaat bagi masa depan gerakan literasi Indonesia.
Depok, 9 April 2020, 8.01 AM
Catatan Kaki
1 Charles Piddock, Wabah, Sains Menjaga Kesehatan Global, Seri Selidik National Geographic, edisi Bahasa Indonesia, tanpa tahun.
2 Sumaryanto, Ensiklopedia Kesusastraan Indonesia, Penerbit Aneka Ilmu, Semarang, 2010.
No Comment